Mahalnya Biaya Pendidikan
Mahalnya
Biaya Pendidikan
Bangsa yang maju adalah bangsa
terdidik. Tentunya melalui sekolah. Dengan sekolah, seseorang bisa terdidik.
Setiap orang tua pasti berkeinginan menyekolahkan anaknya. Namun, kesempatan
bersekolah tidak semua dimiliki anak-anak bangsa ini. Alasannya biaya sekolah
mahal. Sebuah alasan klasik, berkisar itu-itu saja dari tahun ke tahun. Keadaan
demikian memang sebuah elegi sekaligus menjadi ironi yang memprihatinkan, sebab
bangsa ini maju tentunya dengan pendidikan. Tapi, kesempatan menikmati
pendidikan formal hanya untuk orang-orang berduit. Konstitusi memberikan
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara, namun dalam ranah realitas jelas
menjadi fakta sebuah ketidakadilan.Biaya sekolah yang mahal menjadi berita yang
traumatik bagi warga yang tidak mampu, walau mereka sadar mengikuti pendidikan
menjadi bagian hak setiap warga negara. Tapi, ketidakberdayaan akibat masih
bergelut dengan kemiskinan menjadi sebuah fakta anak-anak bangsa yang tidak
bersekolah atau putus sekolah.
Biaya sekolah, kok mahal ?
Bukankah sekolah gratis? Tetapi kenapa dibilang mahal? Benar, sekolah SD dan
SMP gratis, sebab masuk wajib belajar sembilan tahun yang merupakan program
pemerintah. Tapi bagaimana biaya sekolah SMA dan perguruan tinggi, semisal
masih ada SMA negeri di Kota Serang dalam penerimaan mahasiswa baru tahun ini
memberlakukan uang pendaftaran dengan biaya tinggi. Dengan dalih biaya seragam
dan paket buku serta uang komite per bulan. Anehnya, sudah jelas seleksi masuk
SMA harus melalui jalur NEM. Namun, masih saja ada SMA memakai jalur lain.
Semakin ironis pula, ada istilah sisa jatah bangku yang menjadi rahasia umum
bagi SMA di bawah naungan Kota Serang. Dapat dibayangkan untuk orang miskin tak
mungkin lagi masuk dalam sekolah tersebut. Akhirnya biarpun nilai bagus, tapi kemudian
harus gigit jari. Demikian halnya sekolah dengan perguruan tinggi tak kalah
mahalnya. Khususnya perguruan tinggi negeri (PTN), dimaksud bahwa perguruan
tinggi tersebut tidak lagi menerima subsidi operasional dari pemerintah,
sehingga PTN mencari sendiri pendanaan operasionalnya dari mahasiswa.
Namun bagi kalangan masyarakat
tertentu, yang prihatin dengan nasib masyarakat yang kehidupan ekonominya
rendah, tentu saja PTN itu menjadi momok yang menakutkan. Betapa tidak,
mahalnya biaya pendaftaran dan biaya kuliah, telah memformalkan diskriminasi
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ditambah lagi uang sumbangan ini dan
itu padahal sebagian mereka sudah lulus melalui jalur ujian masuk bersama dan
undangan.
Komentar
Posting Komentar